welcome to 6 SMANELAHOLIC member

welcome to 6 SMANELAHOLIC member
we r lovers of traditional culture like sunyaragi cave

Jumat, 22 April 2011

ABOUT SUNYARAGI VERSI MR. WIKIPEDIA

Sunyaragi adalah nama suatu Cagar Budaya Indonesia yang unik. Sunyaragi berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon dimana terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebgaai Tamansari Sunyaragi. Nama "Sunyaragi" berasal dari kata "sunya" yang artinya adalah sepi dan "ragi" yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sansekerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.
Gua Sunyaragi merupakan salah satu benda cagar budaya yang berada di Kota Cirebon dengan luas sekitar 15 hektar. Objek cagar budaya ini berada di sisi jalan by pass Brigjen Dharsono, Cirebon. Konstruksi dan komposisi bangunan situs ini merupakan sebuah taman air. Karena itu Gua Sunyaragi disebut taman air gua Sunyaragi. Pada zaman dahulu kompleks gua tersebut dikelilingi oleh danau yaitu Danau Jati. Lokasi dimana dulu terdapat Danau Jati saat ini sudah mengering dan dilalui jalan by pass Brigjen Dharsono, sungai Situngkul, lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Gas, Sunyaragi milik PLN, persawahan dan menjadi pemukiman penduduk. Selain itu di gua tersebut banyak terdapat air terjun buatan sebagai penghias, dan hiasan taman seperti Gajah, patung wanita Perawan Sunti, dan Patung Garuda. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati sekarang bernama keraton Kasepuhan.
Lukisan artis tentang gua Sunyaragi

Kompleks tamansari Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar komplek aku bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa.

Induk seluruh gua bernama Gua Peteng (Gua Gelap) yang digunakan untuk bersemadi. Selain itu ada Gua Pande Kemasan yang khusus digunakan untuk bengkel kerja pembuatan senjata sekaligus tempat penyimpanannya. Perbekalan dan makanan prajurit disimpan di Gua Pawon. Gua Pengawal yang berada di bagian bawah untuk tempat berjaga para pengawal. Saat Sultan menerima bawahan untuk bermufakat, digunakan Bangsal Jinem, akan tetapi kala Sultan beristirahat di Mande Beling. Sedang Gua Padang Ati (Hati Terang), khusus tempat bertapa para Sultan.
Denah Gua Sunyaragi
Walaupun berubah-ubah fungsinya menurut kehendak penguasa pada zamannya, secara garis besar Tamansari Sunyaragi adalah taman tempat para pembesar keraton dan prajurit keraton bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan. Bagian-bagiannya terdiri dari 12 antara lain (lihat denah):
(1)bangsal jinem, tempat sultan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih; (2) goa pengawal, tempat berkumpul par apengawal sultan; (3) kompleks Mande Kemasan (sebagain hancur); (4) goa Pandekemasang, tempat membuat senjata tajam; (5) goa Simanyang, tempat pos penjagaan; (6) goa Langse, tempat bersantai; (7) goa peteng, tempat nyepi untuk kekebalan tubuh; (8) goa Arga Jumud, tempat orang penting keraton; (9) goa Padang Ati, tempat bersemedi; (10) goa Kelanggengan, tempat bersemedi agar langgeng jabatan; (11)goa Lawa, tempat khusus kelelawar; (12) goa pawon, dapur penyimpanan makanan.

Daftar isi

Sejarah Pembangunan Gua Sunyaragi

Berkas:Sunyaragi1.jpg
Gua Sunyaragi dengan latar belakang PLTG dan Gunung Ciremai
Sejarah berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton. Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda. Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku “Purwaka Caruban Nagari” tulisan tangan Pangeran Kararangen tahun 1720. Namun sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari berdasarkan sumber tertulislah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi yaitu tahun 1703 Masehi untuk menerangkan tentang sejarah gua Sunyaragi karena sumber tertulis lebih memiliki bukti yang kuat daripada sumber-sumber lisan. Kompleks Sunyaragi dilahirkan lewat proses yang teramat panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon.

Namun menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan ”Giri Nur Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Terutama dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata” yang menunjuk angka tahun 1529 M.

Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut ”Taman Bujengin Obahing Bumi” yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura ”Candi Bentar” yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.

Arsitektur Gua Sunyaragi

Sunyaragi2.jpg
Dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias yang muncul serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam dapat disimpulkan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara gaya Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.
Gaya Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan berbentuk joglo. Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan gedung Pesanggrahan, bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung manusia berkepala garuda yang dililit oleh ular. Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu.
Gaya Cina terlihat pada [[ukiran] bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di bagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak diketahui coraknya yang pasti. Penempatan [[keramik|keramik-keramik] pada bangunan Mande Beling serta motif mega mendung seperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina. Selain itu ada pula kuburan Cina, kuburan tersebut bukanlah kuburan dari seseorang keturunan Cina melainkan merupakan sejenis monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para keturunan pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernama Ong Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati.
Sunyaragi3.jpg
Sebagai peninggalan keraton yang dipimpin oleh Sultan yang beragama Islam, gua Sunyaragi dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur bergaya Islam atau Timur Tengah. Misalnya, relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasalatan atau musholla, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu serta bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau Islam.
Gua Sunyaragi didirikan pada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya arsitektur Belanda atau Eropa turut memengaruhi gaya arsitektur gua Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada bentuk jendela yang tedapat pada bangunan Kaputren, bentuk tangga berputar pada gua Arga Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan.

Secara visual, bangunan-bangunan di kompleks gua Sunyaragi lebih banyak memunculkan kesan sakral. Kesan sakral dapat terlihat dengan adanya tempat bertapa seperti pada gua Padang Ati dan gua Kelangenan, tempat salat dan pawudon atau tempat untuk mengambil air wudhu, lorong yang menuju ke Arab dan Cina yang terletak di dalam kompleks gua Arga Jumut; dan lorong yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks gua Peteng. Di depan pintu masuk gua Peteng terdapat patung Perawan Sunti. Menurut legenda masyarakat lokal, jika seorang gadis memegang patung tersebut maka ia akan susah untuk mendapatkan jodoh. Kesan sakral nampak pula pada bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung Haji Balela yang menyerupai patung Dewa Wisnu.
Pada tahun 1997 pengelolaan gua Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah kepada pihak keraton Kasepuhan. Hal tersebut sangat berdampak pada kondisi fisik gua Sunyaragi. Kurangnya biaya pemeliharaan menyebabkan lokasi wisata gua Sunyaragi lama kelamaan makin terbengkelai.

Upaya Pemugaran

Tahun 1852 taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat dirusak Belanda. Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam Cay, seorang arsitek Cina, konon diminta Sultan Adiwijaya untuk memperbaikinya. Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena dianggap telah membocorkan rahasia gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena itu, di kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok bertulis ”Kuburan Cina”.
Sunyaragi5.jpg
Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938. Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap lengkung. Namun kadang-kadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan. Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.
Pemugaran terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984. Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini.
Bangunan tua ini hingga kini masih ramai dikunjungi orang, karena letaknya persis di tepi jalan utama. Tempat parkir lumayan luas, taman bagian depan mendapat sentuhan baru untuk istirahat para wisatawan. Terdapat juga panggung budaya yang digunakan untuk pementasan kesenian Cirebon. Namun keadaan panggung budaya tersebut kini kurang terurus, penuh dengan tanaman liar. Kolam di kompleks Taman Sari pun kurang terurus dan airnya mengering.

Referensi

the History n part of Sunyaragi

Taman Goa Sunyaragi berada di pinggir by pass Jl. Brigjend. Dharsono. Lokasi ini berada di Kampung Karang Balong, Kelurahan Sunyaragi, Kecamatan Kesambi. Lokasi ini tepatnya berada pada koordinat 06º 44‘ 192“ Lintang Selatan dan 108º 32‘ 602“ Bujur Timur. 
Tamansari Goa Sunyaragi sebenarnya merupakan komplek bangunan kuno bekas taman sari dan pesanggrahan. Tamansari Gua Sunyaragi berada di lahan yang luasnya sekitar 15.000 m2 merupakan milik Keraton Kasepuhan secara turun temurun dan sebagian tanah milik Pemerintah di Kota Cirebon. Oleh karena banyaknya bangunan berongga dan memiliki lorong-lorong yang berliku dan gelap meyerupai gua, maka situs tersebut dikenal dengan Gua Sunyaragi. Situs ini sebenarnya merupakan taman Kelangenan (tanam kenikmatan) atau taman sari, yang fungsi utamanya untuk berkhalawatan atau dengan kata lain untuk menyepi, maka dikenal pula sebutan taman Kelangenan Sunyaragi (sunya berarti sunyi, sepi; ragi seperti raga)
Situs Goa Sunyaragi pernah mengalami beberapa perbaikan atau pemugaran, baik pada zaman Sultan Sepuh IX, pada zamanm  Kolonial maupun pada masa sekarang. Sekarang situs gua sunyaragi berstatus sebagai objek wisata yang tidak jarang juga dijadikan objek penelitian untuk karya-karya ilmiah. Bentuknya yang menarik dan gaya arsitekturnya yang unik, telah mengundang minat para ilmuwan untuk mengkaji lebih dalam dan lebih luas lagi.
Prakarsa membangun Taman sari gua Sunyaragi berawal dari keinginan untuk memisahkan komplek makam dengan taman peristirahatan. Nur Giri Sapta Rengga,  pesanggrahan yang telah dikenal sejak sebelum berdirinya kora Cirebon. Tempat tersebut letaknya di sebelah barat bukit Amparan Jati, Gunung Sembung. Banyak kegiatan yang dilaksanakan di Pasanggrahan ini selain untuk tempat memperdalam ilmu agama Islam, Nur Giri Sapta Rengga ini juga digunakan untuk tempat penggemblengan fisik dan mental.
Semenjak istri Sunan Gunungjati (Syarif Hidayatullah, Ong Tien Nio dikebumikan di Gunung Sembung, yang kemudian disusul oleh keluarga Sunan Syarif Hidayatullah dan para keturunannya, Gunung Sembung akhirnya penuh dengan makam-makan keluarga Sunan Gunung Jati dan Pangeran Cakrabuana. Melihat keadaan seperti itu, Pangeran Emas Muhamad Arifin II mulai bangkit inisiatifnya, ingin mendirikan Pesanggrahan yang baru untuk menggantikan Nur Giri Sapta Rengga. Keinginan tersebut segera dirundingkan dengan uwanya, Pangeran Losari dan disampaikannya kepada Raden Sepat dari Demak yang kemudian disepakati untuk mendirikan sebuah Pesanggrahan ditepi Segaran (danau) jati pada tahun 1458 saka dengan fungsi utamanya untuk menyepi. 
Setelah bangunan-bangunan berdiri, maka tempat tersebut diberi nama Sunya Ragi. Dengan pengertian, Sunya berarti sunyi dan Ragi berarti Raga. Sebutan Taman Kelangenan diposisikan di depan nama pesanggrahan tersebut yang memiliki makna tidak berbeda dengan taman sari. Sebutan lengkap areal pesanggrahan tersebut menjadi “Taman Kelangenan Sunyaragi”. Karena sebutan Taman Kelangean memiliki makna yang sama dengan istilah taman sari, maka pesanggrahan tersebut dikenal pula dengan nama “Taman Sari Sunyaragi”. Selanjutnya pesanggrahan tersebut lebih dikenal dengan sebutan “Goa Sunyaragi”. Ini dapat dimaklumi, karena sebagian besar bangunan disana memiliki lorong sempit yang berliku-liku dan gelap menyerupai gua. Sebutan yang terakhir itulah kini yang paling popular. 
Mencermati dan mengamati sisa-sisa yang ada pada saat sekarang, keadaan bangunan-bangunan di komplek Gua Sunyaragi secara visual lebih banyak memunculkan kesan sakral daripada profan. Hal itu mungkin dikarenakan tidak sempatnya tim pemugar merekontruksi atap rumbia ataupun sirap yang berbentuk limasan yang menaungi sebagian besar kompleks Gua Peteng.
Kesan sakral yang muncul pada bangunan-bangunan di komplek Gua Sunyaragi nampaknya lebih banyak didukung oleh adanya Lorong-lorong bekas tempat berkhalawat (pertapaan), Kolam-kolam pemandian (petirtaan), Altar-altar mirip tempat pemujaan dan Benda-benda arkeologis lainnya yang bersifat spiritual. Kesan profan nampaknya lebih banyak didukung oleh adanya bangunan-bangunan bentuk joglo dan relief-relief kembang kaningaran serta benda-benda arkeologis berupa artefak logam, kayu dan keramik.
Secara visual Wadasan dan Mega Mendung ini nampaknya sangat mendominasi di sebagian besar kompleks Gua Sunyaragi. Pasangan-pasangan batu karang ditata sedemikian rupa sehingga membentuk corak wadasan dan mega mending. Kemudian bagian-bagian tertentu dilengkapi pula dengan motif-motif tanaman rambat, baik berupa patran maupun simbaran.
Sampai sekarang rupanya masih belum ada penulisan yang khusus membahas ragam hias bercorak Mega Mendung ataupun Wadasan. Dilihat dari bentuk dasarnya, baik mega mendung maupun wadasan sebenarnya sama-sama berasal dari ragam hias corak Wilungsung timbul (banyak menghiasi kereta jempana di Kanoman dan kereta Singa Barong di Kasepuhan). Beberapa budayawan Cirebon berpendapat, bahwa corak wadasan dan mega mendung merupakan seni ragam hias asli gaya Cerbonan yang kebetulan mempunyai kemiripan dengan motif awan dari Cina. Beberapa  pakar lainnya mengatakan bahwa itu sebenarnya merupakan pengaruh gaya Mantingan. Yang terakhir rupanya didukung oleh adanya sebutan atau istilah Wadas Mantingan.
Terlepas dari mana asal wadasan dan mega mendung Cirebon, di Gua Sunyaragi wadasan dan mega mendung tersebut diyakini merupakan symbol kehidupan. Mega melambangkan langit atau udara sedangkan Wadas yang berarti batuan melambangkan bumi. Sedangkan motif-motif tanaman merambat, patung-patung hewan dan manusia melambangkan isi dari dunia yang memiliki bumi dan langit beserta isinya.
Adanya dua pasang gerbang Candi Bentar, beberapa makara, bangunan joglo dan penggunaan ragam hias jaladwara serta beberapa petirtaan cukuplah membawa ke suasana gaya hidup klsik ditambah lagi dengan adanya beberapa patung, seperti patung gajah, garuda dan ular. Selain suasana gaya klasik, Gua Sunyaragi dilengkapi juga dengan gaya Tiongkok kuno seperti ukiran kembang kanigaran, bentuk bunga persik, matahari dan teratai serta penempelan keramik-keramik Cina pada dinding yang tidak terlalu tinggi. Bahkan corak mega mendung dan wasadan pun cukup memberikan dukungan gaya arsitektur Cina atau Tiongkok Kuno. Hal ini dapat dimaklumi, karena ketika dibangunnya Goa Sunyaragi, banyak sekali bantuan yang diperoleh dari orang-orang Cina, terutama keturunan pengikut Puteri Ong Tien Nio isteri Syekh Syarif Hidayatullah.
Sebagai peninggalan Islam, sangat wajar bilamana situs Gua Sunyaragi dilengkapi juga dengan pola-pola arsitektur gaya Timur Tengah. Relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasholatan (mushola) dan adanya beberapa Pawudlon (tempat wudhu) boleh dikata turut mendukung adanya pola arsitektur gaya Timur Tengah. Bangunan bangsal Jinem yang jika dilihat dari arah selatan, barat dan utara nampak seperti Kabah; sepertinya telah memberi nuansa tersendiri pada suasana gaya Timur Tengah.
Sebagian bangunan yang didirikan pada jaman Kolonial (1703 M) maka bagian belakang Goa Sunyaragi, atau tepatnya bangunan Goa Arga Jumut, telah memunculkan nuansa dengan gaya Eropa. Bentuk jendela, pintu dan langit-langit serta tingginya bangunan itu sendiri telah mampu membawa kita kepada suasana arsitektur gaya Eropa. Dilihat dari gaya atau corak dan motif ragam hias yang muncul serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa gaya arsitektur Goa Sunyaragi merupakan perpaduan antara gaya Indonesia Klasik, gaya Cina atau Tiongkok Kuno, gaya Timur Tengah dan bahkan gaya Eropa.
Sebagaimana telah disinggung sebelumya, bahwa Taman Kalangenan Gua Sunyaragi sebenarnya merupakn komplek bangunan-bangunan kuno. Apabila dibagi-bagi, maka akan terdapat dua belas bagian bangunan inti dan satu bangunan tambahan. Banguinan yang dimaksud telah mempunyai nama yang satu sama lain berbeda, yang umumnya disesuaikan dengan fungsi masing-masing atau suasana sekitar.
Menurut tradisi, nama bangunan yang ada  sebagai berikut :
a) Gua Pangawal
Gua ini terletak disebelah selatan pada areal bagian depan. Diyakini merupakan bangunan yang paling awal didirikan dan berfungsi sebagai tempat istirahatnya para pengawal/pengiring keluarga Keraton yang berkunjung ke Gua Sunyaragi.
b) Gua Pande Kemasan
Gua ini terletak di sebelah utara pada areal bagian depan. Konon Goa Pande Kemasan ini didirikan oleh Ultan Sepuh V, Pangeran Amir Sidik (bergelar Pangeran Matangaji) pada abad ke18 satu dasa warsa sebelum Belanda meporak porandkan Gua Sunyaragi. Gua ini sekarang tinggal puing-puingnya saja, tanpa bentuk yang jelas.
c) Gua Simayang
Dahulu Gua ini digunakan sebagai kamar jaga atau pos keamanan, terletak disebalah utara kolam Simayang ini pun didirikan oleh Pangeran Amir Sidik, sultan Sepuh V pada masa yang sama dengan Gua Pande Kemasan 
d) Bangsal Jinem
Bangunan ini tidak berbentuk gua, tetapi berbentu tribun. Konon dahulu digunakan untuk duduknya Sultan dan keluarga serta pengawal-pengawalnya ketika mereka menyaksikan atraksi para prajuritnya dalam kecakapan peperangan dan bela diri. Jinem adalah akronim dari puji dan gunem; puji berarti sanjung (menyanjung/ memuji Allah SWT) dan gunem berarti berbicara atau pidato. Demikianlah sultan selalu menyempatkan diri untuk memberi pengarahan doa bagi para prajuritnya yang akan melakukan latihan maupun atraksi dalam kecakapan peperangan dan bela diri di alun-alun Taman Kelanganan Sunyaragi. Pengarahan dan doa tersebut selalu saja disertai puji-pujian terhadap Allah SWT.
e) Goa Pawon
Gua ini adalah bekas tempat untuk mempersiapkan konsumsi bagi sultan dan keluarganya, ketika mereka mengunjungi atau berekreasi ke Goa Sunyaragi.
f) Mande Beling
Tempat yang disebut Mande Beling ini merupakan bangunan joglo beratap sirap berbentuk kerucut. Lantainya dibuat dari marmer yang mengkilap seperti beling. Dahulu bangunan ini hanya digunakan untuk pemidangan (bersantai).
g) Goa Lawa
Bangunan ini adalah bekas sarang kelelawar. Sebelum Goa Sunyaragi dipugar oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Perlindungan dan Pembninaan Peninggalan Sejarah (Ditlinbinjarah) banyak sekali kelelawar yang bersarang di goa ini.
h) Goa Padang Ati
Padang berarti terang dan ati berarti hati. Demikanlah, gua ini dikhususkan bagi keluarga keraton yang mempunyai cita-cita tetapi belum tercapai atau mempunyai  permasalahan tetapi belum terpecahkan. Mereka biasanya menyepi digua ini untuk memperoleh ilham atau inspirasi sebagai penerang hatinya. Gua ini memiliki dua kamar pershalatan yang salah satunya dialiri air untuk berwudlu. Kedua kamar tersebut oleh mereka selain untuk shalat juga dipakai untuk berkhalawat dan bertahanuts.
i) Goa Kalanggengan
Goa ini terletak dibawah Goa Padang Ati, dilalui oleh saluran air yang mengalir dari Goa Langse. Di dalmnya terdapat bentukan menyerupai altar dan dahulu digunakan sebagai tempat duduk di kala sedang berkhalawat atau bertahanuts. Untuk masuk kedalam gua ini, sampai sekarang harus melalui saluran air yang menembus ruang-ruang bagian dalam. Konon goa ini digunakan untuk menyepi bagi mereka yang menghendaki kelanggengan dalam hidupanya.
j) Komplek Goa Peteng
Bangunan ini merupakan kompleks yang terdiri atas :
• Goa Peteng; Peteng berarti gelap. Selain itu peteng itu juga dapat diartikan rahasia. Goa ini memang merupakan gua yang paling gelap di Gua Suryaragi, di dalamnya terdapat sebuah kamar yang sangat kecil dengan dua lubang dangkal yang diyakini sebagi bekas lan rahasia yang tembus ke Gunung Jati.
• Goa Langse; Sesuai dengan data yang ada disana, konon gua ini merupakan gua yang bertirtakan air terjun. Langse berarti tirai. Air yang mengaliri dari segaran atau danau jati, untuk irigasi sawah-sawah penduduk dan keratin, memang harus melalui bagian atas goa ini. Itulah sebabnya disini terdapat banyak air terjun pada masa itu. Sedangkan kedudukan lokasinya sama rendahnya dengan lokasi Goa Kalangenan. Di dalam goa langse ini terdapat satu kamar ruang tahanuts dan satu kamar pemidangan (tempat santai)
k) Bangsal Penggulingan (Ruang Panembahan)
Dahulu lokasi yang berbentuk kamar ini merupakan ruangan khusus untuk putra-putra keratin. Di dalamnya terdapat petirtaan dengan menggunakan pintu gebyog sebagai penyekanya. Selain itu juga terdapat sebuah musolla yang lengkap dengan mihrabnya.
l) Ruang Kaputren
Adalah bekas ruangan khusus untuk para putri keraton. Ruangan ini dilengkapi dengan ruang peristirahantan, kamar pemandian (petirtaan), ruang rias atau kamar ganti dan pasholatan.
m) Ruang Patung Puteri Cina
Dahulu di dalam ruangan ini terdapat arca Putri Cina atau Ratu Rara Sumanding yang dibuat dari kayu cendana. Menurut orang-orang tua (usia 80-an) disekitar kampong taman sari, konon patung tersebut telah diambil oleh kolonial pada tahun 1930-an.
n) Cungkup Puncit
Bangunan ini berbentuk joglo dengan atap sirap bentuk kerucut. Di tengahnya terdapat bak air tertutup papan jati unttuk pendingin ruangan arca Putri Cina. Selain itu bak air ini juga digunakan untuk tempat duduk para penjaga.
o) Bale Kambang
Sejak dahulu sampai sekarang bangunan ini lebih banyak digunakan sebagai tempat bersantai atau pamidangan. Bangunannya berbentuk joglo, beratap sirap dan berbentuk kerucut. Akan tetapi pada saat-saat tertentu bangunan ini digunakan juga untuk menabuh gamelan.
p) Goa Arga Jumut
Goa Arga Jumut didirikan oleh Pangeran Kararangen, adik Sultan Sepuh II yang bergelar Arya Carbon pada tahun 1730. Nama Arga Jumut berasal dari kata arga yang berarti jamuan dan jumut berarti mengambil. Fungsinya memang untuk mengambil jamuan, terutama setelah bersarapan atau berperahu mengelilingi segaran atau danau jati. Ruang-ruang yang tedapat didalamnya antara lain: ruang Jamuan, ruang pertemuan, ruang pemidangan, dapur, ruang tahanuts, menara jaga, dua buah bak pendingin di atas ruang jamuan.
Kedua belas bangunan tersebut merupakan bangunan-bangunan inti kompleks Taman Kalangenan Goa Sunyaragi. Masih ada satu bangunan lagi yang jika dibandingkan dengan bangunan tadi termasuk bangunan paling baru. Bangunan tersebut adalah Gedung pesanggrahan yang didirikan pada tahun 1884 oleh Ratu Mad Adimah, ibu Sultan Sepuh X. Bersamaan dengan pembangunan gedung pesanggrahan, dibangun pula sandaran air pada kolam. Pesanggrahan yang terletak di depannya. Dulu pesanggrahan digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga keratin yang ingin meluangkan waktu untuk tinggal beberapa hari di Tamansari Goa Sunyaragi. 
Taman Goa Sunyaragi sebagai mana tampak sekarang merupakan hasil pemugaran secara menyeluruh yang dilakukan secara bertahap oleh Departeman Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahun 1977 sampai dengan 1984. ketika itu, instansi pemerintah ini juga sempat merevitalisasi taman air, sehingga setiap kolam dan relung bangunan teraliri air dengan suara gemericik air terjun dari pintu air dan sela-sela batu karang. Namun sejak pertengahan tahun 1990-an 
Menurut Caruban Nagari,  sebuah versi yang berdasarkan buku ”Purwaka Caruban Nagari”, tulisan tangan Pangeran Kararangan tahun 1720, Goa Sunyaragi didirikan oleh Pangeran Kararangan (bergelar Arya Carbon), adik Sultan Sepuh II pada tahun 1703 M. Konon pembanguan Goa Sunyaragi dilanjutkan oleh putra-putra Pangeran Carbon Martawijaya dan Pangeran Carbon Adiwijaya dan akhirnya diteruskan oleh Pangeran Abu Hayat adik ipar mereka.
Berdasarkan versi tersebut kemudian munculah beberapa persepsi terhadap berita tersebut. Mereka berpendapat bahwa kemungkinan besar Pangeran Kararangan ingin menonjolkan diri, sebab pada waktu itu pengaruh-pengaruh budaya barat pun telah mulai bersemi di antara kaum bangsawan Cirebon. Sehingga wajarlah bilamana dia tidak menyebutkan periode-periode sebelumnya dalam “purwaka caruban nagari”itu.
Sementara versi lama yang telah muncul sebelum ditemukannya Purwaka Caruban Nagari, yakni versi Carub Kanda (bukan CK Carang Skeet tetapi berita lisan yang dituturkan secara turun menurun oleh bangsawan Cirebon), menceritakan bahwa Goa Sunyaragi didirikan dalam tiga periode. 
Periode pertama, berupa Gua Pengawal, Goa Pawon, Goa Lawa, kompleks Goa Peteng, Goa Kelanggengan dan Goa Padangati. Bangunan-bangunan tersebut didirikan oleh Pangeran Emas Muhamad Arifin II (bergelar Panembahan Gusti Ratu Pakungwati II), cicit dari Syekh Syarif Hidayatullah pada pertengahan abad XVI. Konon pada periode pertama ini diperoleh bantuan, baik berupa moril maupun materil dari Raden Sepat (utusan dari Demak) dan Pangeran Losari (seorang cucu Sunan Gunung Jati atau Uwa Pangeran Emas) serta orang-orang Tionghoa, terutama pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina istri Sunan Gunung Jati yang berasal dari daratan Cina yang bernama Ong Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding. 
Periode kedua, tahun 1703 oleh Pangeran Kerarangan (adik Sultan Sepuh II, bergelar Pangeran Arya Cerbon) berupa Goa Arga Jamut, Bale Kembang dan Mande Beling. 
Periode ketiga diprakarsai oleh Sultan Sepuh V, Pangeran Amit Sidik (bergelar Pangeran Matangaji) pada abad ke 18 sepuluh tahun sebelum Belanda memporakporandakan Goa Sunyaragi (tahun tidak jelas). Tempat-tempat yang dibangunnya berupa: Goa Pande Kemasan, Goa Simanyang dan Bangsal Jinem, semuanya berada di bagian depan areal komplek Goa Sunyaragi.